(REFLEKSI) American Illusions of Regional Order and The Emerge of Turbulance in The MENA Regional System

waleed
Note: Hi, this is Kiki. This reflection is written based on Waleed Hazbun’s inspiring lecture. The English version has been proofread using ChatGPT model‑5. Enjoy! :D

Bahasa Indonesia

Amerika sangat menghayati perannya sebagai negara adikuasa dengan mencoba menyisipkan kepentingan AS ke dalam agenda sebagian bangsa di dunia. Setiap sejarawan perang, maupun ahli politik manapun akan bersetuju bahwa Amerika sebagai pemenang Perang Dunia ke-II telah memegang kendali Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA). Lebih-lebih, cengkraman Amerika Serikat di MENA dianggap menguat dan mencapai puncaknya pada periode 1990-2008 bahkan digadang-gadang sebagai Era-nya Amerika di Timur Tengah.

Menyusul berbagai konflik di MENA, cengkraman US menjadi semakin kendur. US dianggap sudah tidak mampu menjadi algojo penjaga perdamaian MENA. Hasilnya, muncul berbagai aktor baru seperti Qatar dan Turki. Konflik yang terjadi juga menjelma menjadi militerisasi negara-negara Arab seperti Libya, Suriah, dan Yaman. Meski pengaruh AS tetap ada di MENA melalui negara proksi seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, pengaruh Amerika telah jatuh pada level yang tidak dapat dipulihkan. Hal itu dibuktikan dengan kebijakan pemerintahan sejak Era Obama yang cenderung mengurangi keterlibatan langsung secara militer di MENA. Waleed Hazbun menyebut fenomena ini sebagai ‘American Illusions of Regional Order’.

Kondisi terkini terkait Perang Israel-Palestina

Meski pengaruh US di MENA secara drastis menurun sejak Arab Spring, peran US tidak pernah hilang dan tetap signifikan, khususnya di tengah-tengah meluasnya konflik antara Israel dan Hamas serta proksinya seperti Hizbullah, Houthi, dan Irak. Menariknya, sekutu utama Amerika seperti Arab Saudi lebih memilih posisi de-eskalasi.

Kesimpulan dan Proyeksi ke Depan

  1. Keyakinan AS dapat mengatur MENA sesuai visinya kini runtuh.
  2. Kawasan menjadi semakin multipolar, dengan negara dan aktor non-negara yang saling memperebutkan pengaruh.
  3. AS kesulitan menciptakan legitimasi yang berpusat pada kepentingan AS.
  4. Negara-negara kawasan mencari cara untuk meredakan ketegangan, membangun kembali, dan membuka jalur investasi, termasuk dengan rival utamanya, Cina.

Peran Indonesia?

Peran Indonesia dalam jangka pendek belum begitu signifikan. Meski begitu, posisi kita sebagai negara non blok secara kolektif dengan negara-negara di kawasan dapat dipandang sebagai ‘pemecah kebuntuan’ mengingat Qatar mundur sebagai mediator dalam konflik Israel-Hamas.

English Version

The United States deeply embraces its role as a superpower by attempting to embed U.S. interests into the agendas of many nations. Every war historian and political scholar would agree that as the victor of World War II, the United States has held influence over the Middle East and North Africa (MENA). This grip strengthened and arguably peaked between 1990 and 2008, a period often referred to as America's era in the Middle East.

Following multiple conflicts across MENA, U.S. influence began to loosen. The U.S. is increasingly seen as incapable of acting as the enforcer of peace in the region. As a result, new actors such as Qatar and Turkey have emerged. Conflicts have transformed into militarization across Arab states like Libya, Syria, and Yemen. Although the U.S. still maintains influence through proxy states such as Saudi Arabia and the UAE, its overall power has declined to an arguably irrecoverable level. This is evident in successive administrations since Obama, which have opted to reduce direct military involvement in MENA. Waleed Hazbun calls this phenomenon the ‘American Illusions of Regional Order.’

Current Situation: Israel–Palestine War

Although U.S. influence in MENA has drastically declined since the Arab Spring, its role has never disappeared and remains significant—especially amid the ongoing conflict between Israel and Hamas and its proxies, including Hezbollah, the Houthis, and Iraqi militias. Interestingly, key U.S. allies such as Saudi Arabia have opted for a de-escalatory stance.

Conclusions and Future Outlook

  1. The U.S. belief that it can shape MENA according to its vision has collapsed.
  2. The region has become increasingly multipolar, with states and non-state actors competing for influence.
  3. The U.S. struggles to build legitimacy centered on its own interests.
  4. Regional states are seeking ways to reduce tensions, rebuild, and open investment channels—including with their primary rival, China.

Indonesia’s Role?

Indonesia’s short-term role remains relatively limited. Nevertheless, as a Non-Aligned Movement member, Indonesia—together with other regional countries—can act as a ‘deadlock breaker,’ especially given Qatar’s recent withdrawal as mediator in the Israel–Hamas conflict.

← Back to Home